MAKALAH
EPIDEMIOLOGI
“TBC dalam
Kehamilan, Persalinan, Nifas & Bayi “
Di Susun Oleh :
KELOMPOK IV
Ni Nyoman Novita
Diana Dina
Salmia
Adriana
Baunsele
Nuradwia
Rori Sukma
Dewi Said
|
|
POLTEKKES
KEMENKES MAKASSAR
JURUSAN
KEBIDANAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia Nya lah kami dapat
menyelesaikan tugas Epidemiologi
ini yang berjudul “Hubungan Tubercolosis dalam
kehamilan,persalinan,nifas dan bayi” tepat pada
waktunya.
Di dalam makalah ini kami memaparkan
sedikit tentang konsep dasar
penyakit tubercolosis, hubungan penyakit tubercolosis dengan
kehamilan,persalinan, nifas dan bayi, kami susun
sekiranya agar pembaca mendapatkan penambahan pengetahuan .
Kami sadari masih banyak
kesalahan-kesalahan yang tidak di sengaja dalam makalah kami ini, mengingat
makalah ini masih jauh dari kata sempurna , oleh karena itu besar harapan kami
mendapatkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dapat menjadi
bahan koreksi kami untuk menyusun suatu
makalah di kenudian hari. Terima kasih
Makassar,06 Juli 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar……………………………………………………………………….
Daftar
Isi……………………………………………………………………………..
Bab
I
Pendahuluan……………………………………………………………………
Bab
II Pembahasan
Konsep
Dasar Penyakit TBC
Definisi
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah
satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil
tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon.
Penderita tuberkulosis di kawasan Asia terus bertambah.
Sejauh ini, Asia termasuk kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi
di dunia. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat
penyakit ini. Sebelas dari 22 negara dengan angka kasus TB tertinggi berada di
Asia, di antaranya Banglades, China, India, Indonesia, dan Pakistan. Empat dari
lima penderita TB di Asia termasuk kelompok usia produktif (Kompas, 2007). Di
Indonesia, angka kematian akibat TB mencapai 140.000 orang per tahun atau 8
persen dari korban meninggal di seluruh dunia. Setiap tahun, terdapat lebih
dari 500.000 kasus baru TB, dan 75 persen penderita termasuk kelompok usia produktif.
Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ketiga terbesar di dunia setelah
India dan China.
Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena
penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat sehingga sering kita jumpai dalam
kehamilan. TBC paru ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri,
bayinya dan masyarakat sekitarnya. Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh
terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama
sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan
terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, kadang-kadang ada
batuk darah, dan sakit sekitar dada.
Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua
stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi
keadaan fisik dan mental ibu hamil. Efek TB pada kehamilan tergantung pada
beberapa faktor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan
saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada
tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan
fasilitas diagnosa dan pengobatan TB. Selain itu, risiko juga meningkat pada
janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan
terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion
(disebut TB kongenital).
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda,
laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya,
Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian
terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara
ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada
tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara
0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang
dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002
mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya
diperkirakan merupakan kasus baru.
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR
TUBERCULOSIS PARU
A.
Definisi Tuberculosis Paru
Tubercolosis Paru adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis) sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003)
Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat khusus tahan
terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). TB Paru
adalah penyakit infeksi paru yang di sebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
yaitu bakteri tahan asam (Suriadi, 2001)
B.
Etiologi
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang
merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap
panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi
adalah M. Bovis dan M. Avium
Penyebab dari TB paru adalah mycrobacrerium tuberculosis dan
mycrobacterium bovis. Faktor-faktor yang
menyebabkan seseorang terinfeksi mycrobacterium tuberculosis :
Ø Herediter : resistensi seseorang
terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik
Ø Jenis kelamin : pada akhir masa
kanak-kanak dan remaja angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada
anak perempuan.
Ø Usia pada masa bayi kemungkinan
terinfeksi yang sangat tinggi.
Ø Pada masa puber dan remaja dimana
masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan infeksi cukup tinggi karena diit yang
tidak adekua
Ø Keadaan stres : situasi yang penuh
stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress emosional, kelelahan yang
kronik
Ø Meningkatnya sekresi steroid adrenal
yang menekan inflamasi dan memudahkan untuk penyebar luasan infeksi.
Ø Akan yang mendapat terapi
kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah
Ø Nutrisi : status nutrisi kurang
Ø Infeksi berulang : HIV, Measles,
pertusis,
Ø Tidak mematuhi aturan pengobatan.
C.
Patofisiologi
Sumber penularan TB Paru adalah penderita TB BTA positif.
Pada waktu batuk/bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan hidup
diudra pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau
droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan kemudian menyebar dari
paru kebagian tubuh lainnya melalui system peredaran darah, system saluran
limfe, saluran nafas atau penyebaraan langsung kebagian tubuh lain (Dep Kes,
2003).
Infeksi
primer : infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TB Paru. Droplet yang terhirup ukurannya sangat kecil, sehingga dapat
melewati mukosilier boronkus, dan terus berjalan hingga sampai di alveolus,
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB Paru berhasil berkembang biak
dengan cara membelah diri di paru, yang mengakibatkan peradangan pada paru, dan
ini disebut komlek primer.
Waktu
antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6
minggu. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan bersarnya respon daya tahan (imunitas
seluler) pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan keman TB Paru. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap
sebagai kuman persisiten atau dorman (tidur), kadang-kadang daya tahan tubuh
tiadk mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan
yang bersangkutan akan menjadi penderita TB Paru. Masa inkubasi, yaitu waktu
yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6
bulan (Dep Kes, 2003). Infeksi paska primer (post primary TB) : TB paru pasca primer biasanya terjadi terjadi
setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi.
D.
Manifestasi Klinik Menurut Dep.Kes.
RI. (2003), terbagi dalam :
Ø Gejala umum : Batuk terus menerus
dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Pada TB Paru anak terdapat pembesaran
kelenjar limfe superfisialis.
Ø Gejala lain yang sering dijumpai :
Dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan
lemah, nafsu makan turun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun
tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Ø Gejala – gejala tersebut diatas
dijumpai pula pada penyakit Paru selain TB Paru. Oleh karena itu setiap orang
yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas, harus
dianggap sebagai seorang “suspek TB Paru” atau tersangka penderita TB Paru, dan
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
E. Klasifikasi TB Paru dibedakan atas :
1.
Berdasarkan organ yang terinvasi :
Ø TB Paru adalah tuberkolosis yang
menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan
hasil pemeriksaan dahak, TB Paru diabgi Tuberkolosis Paru TBA positif dan BTA
negatif.
Ø TB ekstra paru yaitu tuberkolosis
yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,
selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan
alat kelamin. TB ekstra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya
yaitu : TB ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura,
tulang(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal, dan TB ekstra paru
berat seperti meningitis, paricarditis, peritonitis, TB tulang belakang, TB
saluran kencing dan alat kelamin.
2.
Berdasarkan tipe penderita :
Tipe penderita ditentukan berdasarkan
riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita :
Ø Kasus baru : penderita yang belum
pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan atau sudah pernah menelan
Obat Anti Tuberkolosis (OAT) kurang dari satu bulan.
Ø Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil
pemeriksaan BTA positif.
Ø Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di
suatu kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindah.
Ø Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang
sudah berobat paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih,
kemudian datang kembali berobat (Depkes – 2003).
F.
Gejala Tuberculosis
Ø Batuk berdahak selama 3 minggu atau
lebih
Ø Dahak bercampur darah
Ø Batuk darah
Ø Sesak nafas dan rasa nyeri dada
Ø Badan lemah
Ø Nafsu makan menurun
Ø Malaise
Ø Berkeringat malam saat tidak
melakukan kegiatan
Ø Demam lebih dari sebulan
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapat adanya romkhibasal,
dan kelainan bunyi pernafasan Pada penderita yang dicurigai TBC paru sebaiknya
dilakukan periksaan TB kulit dengan
PPD ( Puritied Protein Derivite ). Bila hasilnya positif di teruskan
dengan pemeriksaan foto dada/rongen paru-paru. Perlu diperhatikan dan
dilindungi janin dari pengaruh sinar X, pada penderita dengan TBC paru aktif
perlu dilakukan dengan pemeriksaan Sputum, untuk membuat diagnosis secara
pasti.
G. Cara Penularan Penyakit TBC
Penyakit
TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak
sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila
sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi
banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat
menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah
infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru,
otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain,
meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
HUBUNGAN
TUBERCULOSIS TERHADAP KEHAMILAN, PERSALINAN, NIFAS DAN BAYI
1.
Hubungan
Tuberculosis
Terhadap Kehamilan
Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang
berbeda pada ibu hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan
fisik mental ibu hamil. Lebih dari 50% kasus TB paru adalah perempuan dan
data RSCM pada tahun 1989 sampai 1990 diketahui 4.300 wanita hamil,150
diantaranya adalah pengidap TB paru.
Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor
antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima
pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit
penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan
pengobatan TB. Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan
medis maternal merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.
Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan
antituberkulosa merupakan factor yang penting dalam menentukan kesehatan
maternal dalam kehamilan dengan TB. Jika pengobatan tuberkulosis diberikan awal
kehamilan, dijumpai hasil yang sama dengan pasien yang tidak hamil, sedangkan
diagnosa dan perewatan terlambat dikaitkan dengan meningkatnya resiko
morbiditas obstetric sebanyak 4x lipat dan meningkatnya resiko preterm labor sebanyak
9x lipat. Status sosio-ekonomi yang jelek, hypo-proteinaemia, anemia
dihubungkan ke morbiditas ibu.
Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana
peningkatan diafragma akibat kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian
bawah mengalami kolaps yang disebut pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20,
induksi aborsi direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB.
Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh
lain seperti usus, selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman
menyebar hingga organ reproduksi, kemungkinan akan memengaruhi tingkat
kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan TB pada samping kiri dan kanan rahim
bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap
TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia reproduksi. Jika kuman
sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut mengalami
kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi.
TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan memengaruhi
fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi
endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan
untuk memiliki anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih
tetap ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB
mengobati TB-nya terlebih dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil
maka tetap lanjutkan kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.
2.
Hubungan
Tuberkulosis
Terhadap Janin
Menurut Oster, 2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka
akan ada sedikit risiko terhadap janin. Untuk meminimalisasi risiko,biasanya
diberikan obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan
Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar
paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah
sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami masalah
setelah lahir.
Risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus,
terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB
dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital).
Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti
prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar.
Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi tertular
saat masih di perut atau setelah lahir.
Asuhan Kebidanan yang Diberikan pada Ibu Hamil dengan TB Paru
Jika bidan menemukan tanda dan gejala TB paru pada ibu
hamil, berikan rujukan pada ibu untuk memeriksakan diri ke dokter penyakit
dalam untuk menegakkan diagnosis tersebut. Penegakan diagnosis dengan foto
toraks tidak dianjurkan, melainkan dengan pemeriksaan sputum. Terapi pada
trimester 1 dianjurkan, melainkan dengan pemberian INH dan etambutol saja.
Kemudian mulai terapi 6 bulan penuh dengan pirazinamid, rifampisin, dan INH.
Obat-obatan
yang dapat digunakan:
·
Isoniazid (INH) 300 mg/hari. Obat ini mungkin menimbulkan
komplikasi pada hati sehingga timbul gejala-gejala hepatitis berupa nafsu makan
berkurang, mual dan muntah. Oleh karena itu perlu diperiksa faal hati
sewaktu-waktu dan bila ada perubahan untuk sementara obat harus segera dihentikan.
·
Etambutol 15-20 mg/kg/hari. Obat ini dapat menimbulkan
komplikasi retrobulber neuritis, akan tetapi efek samping dalam kehamilan
sangat sedikit dan pada janin belum ada.
·
Streptomycin 1gr/hari. Obat ini harus hati-hati digunakan
dalam kehamilan, jangan digunakan dalam kehamilan trimester I. Pengaruh obat
ini pada janin dapat menyebabkan tuli bawaan (ototoksik). Disamping itu obat
ini juga kurang menyenangkan pada penderita karena harus disuntikan setiap
hari.
·
Rifampisin 600mg/hari. Obat ini baik sekali untuk pengobatan
TBC Paru tetapi memberikan efek teratogenik pada binatang poercobaan sehingga
sebaiknya tidak diberikan pada trimester I kehamilan.
3.
Pengaruh Tuberculosis dalam Persalinan
Setengah dari jumlah kasus yang dilaporkan selama proses persalinan terjadi infeksi pada bayi yang disebabkan karena teraspirasi secret vagina yang terinfeksi kuman tuberculosis.
Setengah dari jumlah kasus yang dilaporkan selama proses persalinan terjadi infeksi pada bayi yang disebabkan karena teraspirasi secret vagina yang terinfeksi kuman tuberculosis.
Penanganan Tuberkulosis dalam Persalinan.
1)
Bila
proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa, dan tidak perlu tindakan
apa-apa.
2) Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan mungkin. Pada
kala I, ibu hamil diberi obat-obat penenang dan analgetik dosis rendah. Kala II
diperpendek dengan ekstraksi vakum/forceps.
3)
Bila
ada indikasi obstetrik untuk sectio caesarea, hal ini dilakukan dengan bekerja
sama dengan ahli anestesi untuk memperoleh anestesi mana yang terbaik.
4.
Penanganan Tuberkulosis dalam Masa Nifas
1)
Usahakan
jangan terjadi perdarahan banyak : diberi uterotonika dan koagulasia.
2)
Usahakan
mencegah adanya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika yang cukup.
3)
Bila
ada anemia sebaiknya diberikan tranfusi darah, agar daya tahan ibu kuat
terhadap infeksi sekunder.
4)
Ibu
dianjurkan segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah cukup, segera
dilakukan tubektomi.
Cara pemberian ASI pada wanita dengan tuberculosis
Pemberian ASI dari ibu yang meminum obat tuberculosis selama
kehamilan dan tetap diteruskan setelah persalinan tidak berbahaya bagi bayi.
Wanita yang penderita tuberculosis dapat menyusui bayinya dengan menggunakan
masker sehingga dapat mencegah terjadinya penularan pada bayi.
5. Pengaruh Tuberculosis pada Bayi
Bakteriemia selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi plasenta, sehingga janinpun dapat terinfeksi, kalaupun ada, kejadian ini jarang tetapi fatal. Pada setengah kasus infeksi didapatkan penyebaran hematogen pada hati atau paru melalui vena umbilikalis, setengah kasus lagi infeksi pada bayi disebabkan aspirasi secret vagina yang terinfeksi selama proses persalinan.
Infeksi neonatal tidak mungkin terjadi jika ibunya yang menderita tuberculosis aktif telah berobat minimal 2 minggu sebelum bersalin atau kultur BTA mereka negative.
Penanganan Bayi Baru Lahir Yang Sehat dari Ibu yang
menderita Tuberkulosis
Bayi baru lahir yang sehat dari ibu yang menderita tuberkulosis, harus dipisahkan dengan segera setelah lahir sampai pemeriksaan bakteriologi ibu negatif dan bayi sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup. 50% bayi baru lahir dari ibu yang menderita tuberkulosis aktif, menderita tuberkulosis pada tahun pertamanya, maka kemoprofilaksis dengan isonizid 1 tahun dan vaksinasi BCG harus segera dilakukan sebelum menyerahkan bayi pada ibunya.
Pendapat
ini masih diperdebatkan, tetapi keputusan akhir dilakukan dengan pertimbangan
lingkungan sosial ibu, ibu dapat dipercaya dapat mengobati diri sendiri dan
bayinya yang baru lahir.Vaksin BCG termasuk golongan kuman hidup yang
dilemahkan dari M.bovon yang telah dikembangkan 50 tahun yang lalu. Semua BBL
dari ibu yang TBC aktif atau reaktif harus divaksinasi pada hari pertama
kelahitan dengan dosis 0,1 ml intracutan pada regio deltoid jika divaksinasi.
Efek sampingnya dapat membesar dan terjadi ulkus. Setelah 6 bulan papul merah
tadi dapat mengecil, berlekuk dengan jaringan parut putih seumur hidup.
Untuk
mengurangi waktu pemisahan ibu yang menderita tuberkulosis aktif dengan
bayinya, dapat diberikan INH dan BCG segera setelah bayi lahir, bayi
dipulangkan ke ibunya jika INH profilaksis telah diberikan sampai tes
tuberkulin positif. Dua syarat menggunakan cara pengobatan ini adalah kuman
tuberkulosis ibu sensitiv terhadap INH dan penderita dapat dipercaya bisa dan
mampu memberikan obat tersebut pada ibunya.
BAB III
KESIMPULAN
·
Tuberculosis Paru adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) sebagian besar kuman
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003).
·
Gejala tuberculosis
ü Batuk berdahak selama 3 minggu atau
lebih
ü Dahak bercampur darah
ü Batuk darah
ü Sesak nafas dan rasa nyeri dada
ü Badan lemah
ü Nafsu makan menurun
ü Malaise
ü Berkeringat malam saat tidak
melakukan kegiatan
ü Demam lebih dari sebulan.
·
Jika bidan menemukan tanda dan gejala TB paru pada ibu
hamil, berikan rujukan pada ibu untuk memeriksakan diri ke dokter penyakit
dalam untuk menegakkan diagnosis tersebut. Penegakan diagnosis dengan foto
toraks tidak dianjurkan, melainkan dengan pemeriksaan sputum. Terapi pada
trimester 1 dianjurkan, melainkan dengan pemberian INH dan etambutol saja.
Kemudian mulai terapi 6 bulan penuh dengan pirazinamid, rifampisin, dan INH.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan) Bandung
Doengoes, M.., Rencana Asuhan Keperawatan. edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC
Adrian Taufik. 2009. Tuberkulosis Paru.
Diambil pada
16-12-2010. Pukul 09.26
Good Job :)
BalasHapus